Pengembangan wilayah dengan tujuan untuk mencapai kesejahteraan masyarakat harus dilakukan dengan suatu pembangunan yang berkelanjutan. Tingkat daya saing (competitiveness) merupakan salah satu parameter dalam konsep pembangunan daerah berkelanjutan. Semakin tinggi tingkat daya saing suatu daerah, maka tingkat kesejahteraan masyarakatnya pun semakin tinggi. Suatu daerah akan memiliki reaksi yang berbeda dalam menyikapi dampak dari adanya fenomena globalisasi ini, hal tersebut akan sangat menentukan posisi tawar masing-masing daerah dalam kancah persaingan global yang semakin ketat. Keadaan tersebut selanjutnya harus diartikan sebagai tuntutan bagi setiap daerah di Indonesia untuk meningkatkan daya aing masing-masing daerah, dimana tingginya daya saing antar daerah di Indonesia secara keseluruhan merupakan penentu bagi peningkatan daya saing nasional ditengah tingginya tuntutan untuk dapat bersaing secara global.
Situasi global yang terus berkembang ke arah keterbukaan pasar dan pengintegrasian perekonomian menuntut Indonesia terus menerus memperkuat daya saing dengan memanfaatkan keunggulan yang dimiliki. Untuk itu, masyarakat Iptek yang terdiri dari lembaga litbang, Perguruan Tinggi, badan usaha, dan seluruh pemangku kepentingan bidang Iptek mengharapkan peran Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) untuk meningkatkan dan memperkokoh daya saing ekonomi nasional dengan mewujudkan program-program nyata.
Indonesia mempunyai potensi yang lebih besar untuk menjadi negara maju karena mempunyai modal pembangunan yang siap untuk diolah. Sebagai negara kepulauan, kekayaan laut Indonesia yang luas merupakan modal pembangunan yang dapat didayagunakan. Biodiversitas tanaman, binatang yang hidup di hutan, serta biodiversitas laut dapat diolah menjadi bahan pangan, energi, dan obat-obatan. Sementara itu, Perguruan Tinggi, lemlitbang, dan industri menjadi pihak-pihak yang kompeten untuk mengolah dan memberikan nilai tambah pada produk-produk berbasis sumberdaya alam tersebut.
Kemenristek/BRIN melalui Direktorat Sistem Inovasi, Deputi Bidang Penguatan Inovasi telah menginisiasi penyusunan model pengukuran indeks daya saing daerah (IDSD) yang diharapkan dapat menggambarkan kondisi dan kemampuan suatu daerah dalam mengoptimalkan seluruh potensi yang dimilikinya melalui peningkatan produktifitas, nilai tambah dan persaingan baik domestik maupun internasional demi kesejahteraan yang tinggi dan berkelanjutan. IDSD juga dapat diartikan sebagai refleksi tingkat produktivitas, kemajuan, persaingan dan kemandirian suatu daerah. Pentingnya IDSD sebagai alat untuk menilai keberhasilan suatu daerah untuk dapat bersaing dengan daerah lain dan mendukung daya saing nasional. Pengukuran IDSD diharapkan menjadi salah satu dasar utama penyusunan dan penetapan kebijakan nasional maupun daerah yang mendorong sinergi program antar sektor untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan kepemimpinan daerah yang inovatif.
Selain diperkuat oleh hasil kajian teoritik, model IDSD juga disusun dengan mempelajari model indeks yang sedang dikembangkan atau dikeluarkan oleh lembaga lain baik dalam maupun luar negeri seperti Indeks Inovasi Daerah (LAN); Indeks Government Award (Kemdagri); dan Indeks Pembangunan Manusia ; Global Competitiveness Index - World Economic Forum (GCI-WEF); Global Innovation Index (GII - Johnson Cornell University, WIPO dan Insead) dan Asian Competitiveness Indeks (ACI) yang disesuaikan dengan kondisi yang ada di Indonesia dan ketersediaan data sampai level provinsi dan kabupaten/kota. Indeks ini menggunakan 4 aspek utama yaitu lingkungan penguat, sumberdaya manusia, pasar dan ekosistem inovasi; 12 pilar yaitu Kelembagaan, Infrastruktur, Perekonomian Daerah, Kesehatan, Pendidikan, Efisiensi Pasar Produk, Ketenagakerjaan, Akses Keuangan, Ukuran Pasar, Adopsi Teknologi, Dinamika Bisnis, Kapasitas Inovasi dengan 23 Dimensi dan 90 indikator (kuisioner).